Raja Salman dan Raja di Atas Raja

Dosen UMI Makassar,
Dr. Andi Aladin, MT.,

Raja Salman dan Raja di Atas Raja

( Kolom TERSIRAT, Harian Amanah 7 Maret 2017 )

(Bagian I): Banyak keteladanan dan membuat rakyat Indonesia berdecak kagum atas kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud di Indonesiaa saat ini. Salah satu diantara sikap keteladanan yang didemontrasikan Raja Arab Saudi ketujuh tersebut adalah saat beliau bersama Presiden Jokowidodo melakukan penanaman pohon di halaman Istana Negara Jakarta. Penanaman pohon dilakukan menjelang waktu ashar tepatnya pukul 15.08 WIB,  Kamis tgl 2 maret 2017. Pohon ulin yang ditanam dijuluki sebagai kayu besi sebagai kayu khas Kalimantan, sebagai simbol dan harapan agar hubungan kerjasama antara dua Negara mayoritas muslim Saudi-Indonesia semakin kuat. Lalu dimana keteladanan sang Raja, Penjaga Dua Kota Suci yang dimaksud tersebut ?. Acara penanaman pohon ulin separuh sudah dilakukan, penimbunan tanah pun sudah dilakukan oleh yang mulia Raja Salman dan diikuti penimbunan oleh Presiden Jokowidodo, sembari diiringi dengan narasi penjelasan makna penanaman tersebut oleh MC, tiba-tiba salah seorang pengawal Raja memberi isyarat dan berbisik sesuatu kepada Raja. Entah apa persisnya makna isyarat dan bisikan tersebut, namun seketika itu sang Raja pamit kepada Presiden Jokowi untuk meninggalkan tempat, lalu diantar oleh Presiden menuju mobil untuk selanjutnya rupanya beliau Raja Salman hendak bergegas menuju masjid di kompleks Istana untuk shalat Ashar (mungkin sekaligus dijama’ takhir dengan shalat Duhur, mengingat status beliau saat itu musafir) dimana saat itu pula terdengan suara adzan panggilan shalat dari masjid istana. Acara penanaman pohon belum selesai, terbukti Presiden Jokowi kembali lagi ke pohon yang sudah ditanam tersebut melakukan penyiraman dengan air. Saat penyiraman itu pun masih terdengar adzan panggilan shalat dikomandankan.  Presiden kita tetap saja menyiram pohon sampai dianggap cukup (sambil berdioalog santai dengan awak media), barulah Presiden beranjak meninggalkan tempat penanaman pohon menuju masjid untuk ikut pula shalat ashar. Aksi bergegas Raja Salman meninggalkan acara penanaman pohon yang belum tuntas tadi demi memenuhi panggilan adzan sungguh sarat dengan keteladanan dan dakwah bil hal. Sang Raja secara tersirat berpesan kepada seluruh yang hadir dalam acara tersebut bahwa, ketika Raja di atas Raja, yaitu Allah SWT telah memanggil kita untuk shalat, maka penuhilah panggilan yang Maha Mulia itu, tinggalkanlah untuk sementara aktifitas duniawi kita.  Bukankah dalam doa setelah mendengar adzan, “ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA’WATTI TAAMMAH….” (Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna…), panggilan shalat itulah panggilan yang paling sempurna, sehingga hanya orang sombong saja yang tidak menyegerakan apalagi mengabaikan panggilan Raja Alam Semesta tersebut,  wallahu wa’lam.

 

Raja Salman dan Raja di Atas Raja

( Kolom TERSIRAT, Harian Amanah 14 Maret 2017 )

(Bagian II). Sungguh tidak etis memang, ketika kita membiasakan diri tidak bergegas memenuhi panggilan yang sempurna (da’wati tammah….”) untuk menunaikan shalat (hayya ala shalah) dari Raja di atas Raja (Allah swt). Bukan hanya tidak etis, sekaligus bermakna sikap sombong kalau sang maha Raja melalui muadzin berseru “hayya ala shalah” (mari kita shalat) sampai dua kali diulang dengan suara keras sekeras-kerasnya melalui pengeras suara di menara masjid, tetapi kita tidak bergeming dari aktifitas duniawi. Atasan kita saja di suatu instansi ketika memanggil-manggil kita, tetapi kita tidak memeperdulikannya, kita tetap asik dengan apa yang kita kerjakan, maka disepakati bahwa sikap cuek kita sebagai bawahan tersebut adalah bentuk sombong dan pembangkakangan, nah bagaimana pula  jika panggilan itu dari Allah swt. Seorang pemimpin apalagi pemimpin tertinggi suatu Negara, sangatlah mengagumkan ketika beliau memberi teladan untuk bergegas memenuhi panggilan Allah swt seperti panggilan untuk shalat tersebut. Kalau top pimpinan tersebut begrgegas memenuhi panggilan shalat di awal waktu berjamaah di masjid, maka tentunya merupakan bentuk dakwah bil hal yang amat efektif untuk diikuti oleh bawahan.  Seperti telah diceritakan dalam bagian pertama tulisan ini,  keteladanan dalam bergegas memenuhi panggilan shalat pun sudah ditunjukkan oleh Raja Salman, Penjaga Dua Kota Suci, saat beliau berkunjung di Indonesia, tepatnya saat acara penanaman “pohon ulin” di halaman istana Negara Jakarta (2 maret 2017). Acara penanaman pohon belum selesai, tetapi waktu ashar sudah masuk, suara adzan sudah dikomandankan, maka beliau pun yang mulia Raja Salman pamit kepada Presiden Jokowi bergegas menuju masjid istana untuk shalat. Hal serupa juga pernah beliau Raja Salman lakukan saat menerima tamu Negara presiden Obama. Awalnya Raja Salman menyambut Obama di lapangan terbang Bandara King Khalid International Airport, Riyadh, pada Selasa (27/1/2015) sore. Usai beberapa saat menyambut kedatangan Obama, Raja Salman dan rombongan mendengar suara adzan Ashar di kawasan Bandara, Raja Salman meminta maaf dan pamit pada Presiden Negeri Adikuasa tersebut. Presiden Obama pun dengan segala pengertiannya sangat memaklumi sikap Raja Salman. Obama melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi saat itu untuk menyampaikan bela sungkawa atas kematian Raja Abdullah bin Abdul Aziz, sekaligus menggelar pertemuan tingkat tinggi. Pesan tersirat yang disampaikan oleh Raja Salman kepada seluruh dunia, bahwa ketika Raja di atas Raja yaitu Allah swt memanggil, tidaklah etis untuk mengulur-ulurnya, apalagi sampai mengabaikannya, terlebih dalam hal panggilan shalat (hayyala shalah…), panggilan untuk mencapai kemenangan (hayyalal falah….), dan panggilan yang amat sempurna (dakwati tammah….), subhanallah.